Rabu, 08 Agustus 2012


Indonesia sekarang ini menjadi padat, hal ini di karenakan jumlah kelahiran semakin meningkat tak terkendali, terlepas dari itu angka kematian ibu melahirkan juga banyak, akhirnya munculah sebuah program dari pemerintah yang bertujuan untuk menguragi jumlah kematian ibu melahirkan, yaitu sebuah program yang bernama GSI (Gerakan Sayang Ibu), namun sekarang berubah nama menjadi Ibu Siaga (IS), tetapi masyarakat lebih mnegenalnya sebagai GSI.
Seperti sebuah organisasi GSI yang berada didaerah Aren Jaya, organisasi ini terbentuk tahun 2006 se RW yang terdiri dari beberapa RT yang mempunyai tugas untuk mendata atau mementau ibu – ibu hamil.
Setiap minggunya, ibu – ibu hamil didata kapan akan melahirkannya, juga ibu – ibu dapat langsung datang ke temapat GSI ini untuk mengecek keadaan bayi nya, dan untuk membeli vitamin atau keperluan lainnya.
Dalam GSI juga terdapat DASOLIN (Dana Sosial Untuk Ibu Hamil), dana ini didapat dari pengurus, ibu – ibu, atau warga secara sukarela untuk keperluan organisasai tersebut. Selain itu juga ada TABILIN (Tabungan Ibu Hamil) dana ini berbeda dengan dasolin, dimana dana ini didapat dari ibu – ibu hamil tersebut, yang akan dipakai untuk biaya persalinan dan keperluan lainnya.
GSI ini telah berkerja sama dengan BUSKES untuk penyuluhan ibu – ibu hamil yang dilaksanakan setiap 3 bulan sekali. Selain itu, GSI yang berada di Aren Jaya ini selalu mendapatkan bantuan dari pemerintah, tidak setiap GSI yang ada dapat bantuan, hanya GSI yg aktif lah yang selalu diberikan bantuan. Dana bantuan ini dipakai untuk membentuk koprasi untuk kalangan pengurusnya, hal ini dikarenakan supaya uang abntuan ini menjadi bekembang atau bertambah.

Mengapa program/kebijakan tersebut muncul?
1. Tingginya angka kematian ibu maternal dan bayi
2. Paradigma masyarakat yang masih menggantungkan persalinan ke dukun
3. Terbatasnya akses terhadap pelayanan persalinan.
Apa tujuan program/kebijakan tersebut?
Melindungi ibu hamil dan proses persalinan
Bagaimana gagasan tersebut bekerja?
1. Jamkesmas dan jamkesda untuk ibu miskin
2. kampanye GSI dengan melibatkan partisipasi masyarakat, terutama suami dan anak-anak
3. kemitraan Dukun dan Bidan
4. Pembentukan satgas GSI bekerja sama dengan pelatih senam ibu hamil, bekerja sama dengan becak dan ojek untuk mengantar ibu hamil, bekerjasama dengan KUA untuk mengajak partisipasi pasangan kelas ekonomi menengah atas dalam GSI.
5. Pembentukan Pondok Sayang Ibu yang dapat digunakan oleh ibu hamil yang waktu melahirkannya sudah dekat sementara jarak rumahnya jauh dari pusat pelayanan kesehatan.
Siapa inisiatornya? Siapa saja pihak-pihak utama yang terlibat?
Program Nasional Gerakan Sayang Ibu pada tahun 1996, diimplementasikan sejak tahun 2007 lewat inisiasi walikota Palopo H Tenriadjeng
Apa perubahan utama yang dihasilkan?
Terhitung 42 ibu meninggal dalam kurun waktu 2006-2007. Dari 25 orang angka kematian ibu di tahun 2007, kota yang berpenduduk 141.996 jiwa ini berhasil menekan kematian ibu menjadi 4 jiwa di tahun 2008 dan akhirnya zero percent di tahun 2009
Siapa yang paling memperoleh manfaat?
Ibu Hamil dan melahirkan

Deskripsi Ringkas
Gerakan sayang ibu yang menjadi program unggulan Kota Palopo merupakan program nasional yang dicanangkan di Indonesia sejak tahun 1996 yang bertujuan untuk menekan tingkat kematian ibu dan bayi. Salah satu daerah di Sulawesi Selatan yang mengalami peningkatan jumlah kematian ibu maternal (kematian ibu hamil, melahirkan dan masa nifas)adalah Palopo padahal Jamkesmas/ Jamkesda . Terhitung 42 ibu meninggal dalam kurun waktu 2006-2007. Terbukti angka kematian ibu dapat ditekan secara drastis. Dari 25 orang angka kematian ibu di tahun 2007, kota yang berpenduduk 141.996 jiwa ini berhasil menekan kematian ibu menjadi 4 jiwa di tahun 2008 dan akhirnya zero percent di tahun 2009
Sebagai langkah awal Wali Kota Palopo H.P.A. Tenriadjeng dan jajaran pejabat kota lainnya turun tangan dengan melakukan siaran langsung menyebarkan informasi GSI di beberapa radio swasta lokal. Komunikasi Informasi Masyarakat (KIM) juga diberdayakan sebagai alat sosialisasi sekaligus alat informasi GSI dengan cara membuat buletin, kliping, berdiskusi, dan memberikan informasi.
Gerakan sayang ibu dilaksanakan dengan melibatkan warga. Di beberapa kecamatan, para ketua satgas GSI dan pengurus inti di semua kelurahan di dominasi kaum bapak yang berarti adanya pelibatan kaum laki-laki dalam gerakan ini. Selain itu, dukun atau Sanro di Palopo pun dirangkul dan dilibatkan dalam proses persalinan bayi. Sanro tidak dilihat sebagai kompetitor, tetapi dijadikan mitra bidan. Kerjasama bidan dan dukun bayi dijaga agar terlaksana persalinan aman.
Satgas GSI juga bekerja sama dengan pelatih senam khusus ibu-ibu hamil. Satgas GSI juga membentuk kelompok keluarga sadar hukum GSI yang anggota-anggotanya terdiri dari kelompok dasawisma, karang taruna, remaja masjid, dan remaja gereja. Di samping itu juga ada pembentukan Pondok Sayang Ibu yang dapat digunakan oleh ibu hamil yang waktu melahirkannya sudah dekat sementara jarak rumahnya jauh dari pusat pelayanan kesehatan.
Untuk memudahkan transportasi ibu hamil, telah dibentuk pula satgas ojek dan becak GSI untuk mengantar ibu hamil. Tidak hanya itu, warga setiap kelurahan pun dengan sukarela menyiapkan kendaraan untuk ibu hamil sekaligus menjadi donor darah siaga. Lewat KUA dan Satgas GSI membentuk triangle lovely (kasih sayang tiga sisi) yaitu pelaminan menuju GSI. Pada program ini, setiap pasang pengantin yang memiliki tingkat perekonomian yang memadai akan diminta partisipasinya membantu program GSI.
Dukungan pemerintah kota dengan memperkuat regulasi kesehatan melalui terbitnya Perda Kota Sehat yang merupakan perda kota sehat pertama di Indonesia. Beberapa langkah tersebut mengantarkan Palopo sebagai peraih Otonomi Award 2010 versi FIPO bidang pelayanan Kesehatan.
DUKUN HARUS DI DAMPINGI BIDAN
KECAMATAN Wara dipersiapkan untuk mewakili Palopo untuk perlombaan GSI tingkat nasional. Tidak heran apabila Sosialisasi Gerakan Sayang Ibu (GSI) dipusatkan di Wara, Jumat 24 Juni 2011, kemarin.

SOSIALISASI GSI (Gerakan Sayang Ibu) yang dilaksanakan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB bekerjasama dengan Dinas kesehatan, dan Pemerintah Kecamatan Wara.
Hadir dalam kegiatan itu, puluhan utusan dari dinas terkait.
Acara ini diawali dengan sambutan sekaligus membuka sosialisasi GSI oleh Kadis Kesehatan Kota Palopo, dr H Thamrin Jufri, M.Kes. Ia sangat bangga karena Palopo yang meraih kesehatan terbaik di seluruh wilayah Sulsel.
Menurut Akmal Hasan. S.Sos,MSi, camat Wara, mengatakan, kegiatan gerakan sayang ibu ini dilakukan guna untuk mengurangi angka kematian ibu pada saat melahirkan dan angka kelahiran anak.
Dalam acara pelaksanaan pembinaan pemantapan GSI ini, Dra Nurlina, kepala badan BPMP dan KB, menyampaikan tujuan GSI ini sendiri meningkatnya pengetahuan, kepedulian, kesadaran, dan kurangnya angka kematian ibu hamil, dan ibu melahirkan.
Wara ini kata dia, dipersiapkan untuk mewakili Palopo untuk perlombaan GSI tingkat nasional.
Dan yang tidak kalah pentingnya adalah ibu-ibu yang mau melahirkan dilarang menggunakan dukun tanpa didampingi bidan.
Di Palopo, Anak SD Sudah Paham GSI PDF Print E-mail
Written by Ipunk Smile 
Wednesday, 08 Augustus 2012
Kami putra dan putri Palopo
Sayang ibu menjadi tekadku
Walau apapun jadi tantangan
Sayang ibu takkan luntur........
            
       Itulah sebait lagu dari Mars Gerakan Sayang Ibu (GSI) yang disuarakan anak-anak sekolah dasar kristen diakui Palopo, saat penulis melakukan peninjauan lapangan ke sekolah tersebut, untuk mengetahui tingkat sosialisasi GSI yang telah dipahami anak SD.
    Gerakan Sayang Ibu yang ada dikota Palopo memang memiliki ke kekhasan tersendiri. Inovasi terhadap program nasional ini dikemas lokal dengan melakukan berbagai kegiatan sosialisasi mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.
    Gerakan Sayang Ibu di Kota bermotto “Idaman” ini juga berhasil meraih peringkat pertama tingkat nasional tahun 2009 lalu. Meski merupakan program turunan, namun kebijakan pemerintah kota dalam pencapaian zero percent tingkat kematian ibu, patut diacungkan jempol. Warga dan pemerintah kota bersinergi dengan harmonis untuk tetap mendukung gerakan ini.
    Beberapa langkah yang diambil daerah ini antara lain membentuk satgas GSI di mana ketua dan pengurus inti didominasi  kaum bapak yang berarti adanya pelibatan kaum lelaki dalam gerakan ini. Langkah-langkah lainnya adalah membentuk suami siaga, satgas GSI bekerja sama dengan pelatih senam untuk melatih ibu-ibu hamil, membentuk kelompok keluarga sadar hukum GSI yang anggota-anggotanya terdiri dari kelompok dasawisma, karang taruna, remaja masjid, dan remaja gereja.
    Pemerintah kota juga membentuk pengurus Komunikasi Informasi Masyarakat (KIM) guna mensosialisasikan sekaligus sebagai alat informasi GSI, membentuk ojek GSI dan becak GSI dalam bentuk kesepakatan bersama dalam mengantar ibu hamil.
    Selain itu warga setiap kelurahan menyiapkan kendaraan untuk ibu hamil sekaligus menjadi donor darah siaga. Bahkan Walikota Palopo H.P.A. Tenriadjeng dan jajaran pejabat kota lainnya melakukan siaran langsung menyebarkan informasi GSI di radio Acca, radio swasta lokal.
    Guna mendukung program GSI, sanro pun diberdayakan melalui kemitraan bidan dan sanro. Beberapa upaya lainnya adalah membentuk pondok sayang ibu, memasang brosur himbauan GSI di beberapa toko dan rumah makan, memasang kotak amal GSI di SPBU, dan kerjasama antara satgas GSI kecamatan, Kepala KUA, Ketua forum LPMK tentang program triangle lovely (kasih sayang tiga sisi) yaitu pelaminan menuju GSI.
Satgas GSI juga bekerja sama dengan Dinas Pendidikan tentang pemahaman dini GSI. Peran serta sekolah, terutama sekolah dasar, mendukung program GSI terlihat mengagumkan karena mulai dari pintu masuk sampai pintu kelas terpasang spanduk dan pamflet tentang GSI. Sebelum pelajaran di mulai para guru juga tidak lupa menjelaskan program GSI kepada murid.
    Kota Palopo juga sangat concern terhadap kesehatan. Dua prestasi terakhir yang berhasil ditorehkan kota ini di tingkat nasional adalah sebagai Kota Sehat dan Gerakan Sayang Ibu.
    Kota Palopo berhasil mendapatkan penghargaan Kota Sehat kategori Swasti Saba Wiwerda untuk kawasan permukiman, sarana dan prasarana umum, kawasan perkantoran sehat, kehidupan masyarakat sehat yang mandiri, serta kehidupan sosial yang sehat. Pemerintah kota juga memperkuat regulasi melalui terbitnya Perda Kota Sehat yang merupakan perda kota sehat pertama di Indonesia.
    Kota Palopo, yang dulunya menjadi pusat Pemerintah Kabupaten Luwu, mengembangkan pola pemerintahan yang berbasis pada pelayanan prima sebagai wujud good governance. Pelayanan prima akan melahirkan kemudahan yang bermuara pada hadirnya para investor dan pemilik modal di Kota Palopo.
    Dengan visi sebagai salah satu kota pelayanan jasa terkemuka di Kawasan Timur Indonesia, pertumbuhan perekonomian Palopo selama tiga tahun terakhir maju pesat. Ada banyak perusahan-perusahan berskala nasional, bahkan internasional yang berekspansi di Palopo.
    Pertumbuhan ekonomi tersebut memicu tumbuhnya hotel baik baru maupun renovasi hotel lama, ruko, rumah kos, warung internet, dan pertumbuhan kompleks perumahan. Investasi yang masuk ke Palopo beberapa tahun terakhir lebih banyak ke sektor properti berupa ruko dan perumahan.
    Munculnya usaha-usaha sektor jasa tersebut berdampak pada meningkatnya jumlah pedagang kaki lima yang kini telah berjumlah 11.000 pedagang. Belum lagi bertambahnya sektor UMKM dan koperasi yang hingga akhir tahun 2009 telah menjadi 12.000 pelaku. Hingga tahun 2009 jumlah izin usaha baru dan perpanjangan sebanyak 1.929 usaha dengan total investasi di atas Rp500 miliar.
    Perkembangan usaha jasa di atas tidak terlepas dari peran pemerintah kota yang banyak terlibat mulai dari memfasilitasi penyediaan lahan bagi investor, pengadaan task force sampai pada pembentukan Klinik UMKM Palopo (Kluppo). Dengan upaya-upaya tersebut, Kota Palopo berhasil memperoleh penghargaan South Sulawesi Investment Award 2009 kategori pemkot terbaik dalam pelayanan investasi.

Kecamatan Wara Utara Raih Juara 1 Lomba GSI

12-Desember-2009: 02:32:0 Kecamatan Wara Utara berhasil meraih juara 1 tingkat Provinsi Sulawesi Selatan dalam lomba Gerakan Sayang Ibu ( GSI) yang diselenggarakan beberapa waktu lalu di Makasar.
Terpilihnya Kecamatan Wara Utara tersebut, sehingga berhak mewakili Provinsi Sulawesi Selatan ketingkat nasional. Hal tersebut diungkapkan Camat Wara Utara, Ansir Ismu, ketika dikonfirmasi baru-baru ini.
Menurut  Ansir, keberhasilan yang diraih Kecamatan Wara Utara, tidak terlepas dari peran serta dan dukungan semua elemen masyarakat dan instansi terkait , sehingga Kecamatan yang dipimpinya terpilih ketingkat nasional setelah menyisihkan beberapa Kabupaten / Kota se-Sul_sel
Lebih jauh diungkapkan mantan Lurah Lagaligo ini, bahwa program sayang ibu bukan sekadar mengikuti perlombaan tetapi juga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mencapai kesejahteraan melalui gerakan sayang ibu. (art)*

MENUJU KOTA SEHAT melalui GERAKAN SAYANG IBU


Libatkan Semua Agen Perubahan*


Sejak diadakan Konferensi Safe Motherhood di Nairobi, Februari 1987, masalah kematian ibu yang berkaitan dengan kehamilan menjadi persoalan global. Hal ini disebabkan salah satu indikator utama yang membedakan suatu negara digolongkan sebagai negara maju atau negara berkembang dapat dilihat dari rata-rata Mother Mortality Rate (MMR). Rata-rata MMR negara maju 20 kematian per 100.000 kelahiran. Sedangkan di negara berkembang 440 kematian ibu per 100.000 kelahiran.

Sementara itu dalam buku UNDP, Human Development Report edisi 1996 tercantum AKI di seluruh dunia 307 per 100.000 kelahiran, yakni 28 untuk negara-negara industri dan 384 untuk negara-negara sedang berkembang. Variasinya besar sekali, dari 0 di Luksemburg dan Malta sampai lebih dari 1.500-100.000 kelahiran di Bhutan, Afghanistan, dan Sierra Leone. Lantas di mana posisi Indonesia?

Di buku itu AKI Indonesia diperkirakan 650 per 100.000. Perkiraan resmi di Indonesia lebih rendah, 425 per 100.000 kelahiran. AKI 425 orang itu termasuk tinggi, paling tinggi di ASEAN. Vietnam mempunyai AKI 120, Malaysia 59, dan Singapura 10. Bahkan menurut Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), pada tahun 2002 kematian ibu melahirkan masih mencapai 307 per 100.000 kelahiran. Angka 307 ini berarti 31 kali kematian ibu di Singapura, 5 kali dari Malaysia, dan 2,5 kali dari Vietnam.

Pembahasan khusus tentang angka kematian ibu di kawasan Asia Tenggara pada 8 – 11 September 2008 lalu di New Delhi India juga menempatkan Indonesia sebagai salah satu penyumbang terbesar kematian ibu dan anak di kawasan Asia Tenggara. Jumlahnya pun tidak tanggung-tanggung. Sebanyak 98 persen dari seluruh kematian ibu dan anak tersebar di India, Bangladesh, Indonesia , Nepal dan Myanmar.

Padahal tak terbilang usaha untuk menurunkan angka kematian ibu hamil maternal di Indonesia. Diantaranya dengan Program Safe Motherhood pada tahun 1988, Gerakan Sayang Ibu pada tahun 1996, serta Gerakan Nasional Kehamilan yang Aman atau Making Pregnancy Saver (MPS).

Kematian ibu maternal dan bayi memang masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah dan warganya. Merubah paradigma masyarakat yang masih menggantungkan persalinan ke dukun menjadi salah satu hal tersulit. Budaya “sudah biasa” yang selama ini melekat menyebabkan ibu hamil merasa lebih nyaman dan aman menyerahkan proses persalinan mereka ke tangan dukun. Oleh karena itu dibutuhkan pihak ketiga sebagai agen perubahan.

Faktor lainnya adalah terbatasnya akses terhadap pelayanan persalinan. Hal ini diperparah oleh lemahnya posisi perempuan di lingkungan masyarakat, khususnya di pedesaan, dalam pengambilan keputusan mengenai masalah kesehatan reproduksinya. Di banyak daerah perempuan sulit memutuskan sendiri apa yang terbaik bagi dirinya dan bayi yang dikandung. Jadi, saat mengalami perdarahan atau komplikasi saat kehamilan, suami atau tetua adat yang memutuskan kapan dan di mana ia akan dirawat.

Selain itu banyak ibu hamil terlambat mencapai sarana kesehatan lantaran tempat tinggalnya jauh dari tempat pelayanan persalinan. Penyebab lain adalah banyak rumah sakit di daerah yang tidak memiliki pelayanan transfusi darah sehingga kesulitan mengatasi masalah perdarahan dan komplikasi persalinan.

Dari sekian banyak kendala di atas, lantas apakah tidak ada daerah yang telah berhasil menekan laju kematian ibu selama ini? Tentu ada. Berjarak 390 km dari ibukota Sulawesi Selatan, Kecamatan Wara Utara Kota Palopo berhasil merubah paradigma masyarakat. Lebih jauh lagi, kecamatan tersebut sedikit demi sedikit mampu merubah kelemahan menjadi kekuatan.

Adalah Ansir Ismu, Camat Wara Utara Kota Palopo yang berusaha menekan laju kematian warganya. Tak dapat di sangkal Kota Palopo menjadi salah satu daerah di Sulawesi Selatan yang tingkat kematian ibu maternal mengalami lonjakan dari 17 menjadi 25 orang di tahun 2007. Tak ingin warganya turut menjadi korban, Ansir Ismu yang sejak tahun 2008 menjabat sebagai Camat Wara Utara mulai mengerahkan segenap upayanya. Penjabaran program GSI di Wara Utara disesuaikan dengan kondisi masyarakat dan wilayah, kreatifitas, inovasi dan karya yang melibatkan semua komponen masyarakat.

Pada tahun 2008 penguatan GSI di kecamatan ini makin diperbesar. Layaknya sebuah organisasi, agen perubahan Wara Utara juga memiliki struktur. Di tingkat kecamatan dibentuk Satuan Tugas (Satgas) Sayang Ibu yang diketuai oleh camat. Di tingkat desa/kelurahan dibentuk Satgas Sayang Ibu, diketuai kepala desa/ketua umum LKMD dengan dua ketua pelaksana, sekretaris, dan anggota-anggota. Tugas pokok mereka adalah menghimpun data tentang ibu hamil dan bersalin, memberikan penyuluhan, dan mengumpulkan dana untuk ambulans desa serta tabungan ibu bersalin.

Salah satu hal yang menarik, di Wara Utara, para ketua satgas GSI dan pengurus inti di semua kelurahan di dominasi kaum bapak yang berarti adanya pelibatan kaum lelaki dalam gerakan ini. Keterlibatan mereka tentunya diharapkan berujung pada kepedulian kepada kaum ibu.

Agen perubahan lainnya adalah dukun (sanro). Sebanyak dua sanro di Wara Utara pun dirangkul dan dilibatkan dalam proses persalinan bayi. Dukun tidak dilihat sebagai
kompetitor, tetapi dijadikan mitra bidan.

Langkah-langkah berikutnya adalah satgas GSI bekerja sama dengan pelatih senam untuk melatih ibu-ibu hamil. Tujuannya tidak lain agar kesehatan ibu hamil dapat terus terjaga dan terpantau oleh satgas. Satgas GSI juga membentuk kelompok keluarga sadar hukum GSI yang anggota-anggotanya terdiri dari kelompok dasawisma, karang taruna, remaja mesjid, dan remaja gereja. Selain itu partisipasi warga dalam GSI juga ditingkatkan melalui pembentukan Pondok Sayang Ibu yang dapat digunakan oleh ibu hamil yang waktu melahirkannya sudah dekat sementara jarak rumahnya jauh dari pusat pelayanan kesehatan.

Beberapa upaya lainnya adalah membuat kerjasama MoU antara satgas GSI dengan beberapa pelaku bisnis guna mendukung GSI. Salah satu point kerjasama tersebut adalah pengusaha dengan biaya sendiri memasang brosur himbauan dan spanduk GSI di tempat-tempat yang mudah terlihat oleh para pelanggan. Bahkan, Stasiun Pengisian Bahan bakar untuk Umum (SPBU) yang berada di Kecamatan Wara Utara juga tidak luput dari pengamatan satgas GSI. Di tempat ini satgas menyediakan kotak amal GSI yang diletakkan di lokasi strategis yang memudahkan pengendara melihatnya.

Komunikasi Informasi Masyarakat (KIM) juga diberdayakan oleh satgas sebagai alat sosialisasi sekaligus alat informasi GSI dengan cara membuat buletin, kliping, berdiskusi, dan memberikan informasi. Selain itu satgas juga membentuk ojek dan becak GSI untuk mengantar ibu hamil. Tak cukup hanya ojek dan becak, warga setiap kelurahan pun dengan sukarela menyiapkan kendaraan untuk ibu hamil sekaligus menjadi donor darah siaga.

Tak berhenti sampai di situ, Ansir Ismu juga bekerja sama dengan Kepala KUA dan Ketua forum LPMK Wara Utara membentuk program triangle lovely (kasih sayang 3 sisi) yaitu pelaminan menuju GSI. Pada program ini, setiap pasang pengantin yang memiliki tingkat perekonomian yang memadai akan diminta partisipasinya membantu program GSI. Jumlah nominal tergantung kerelaan sang calon pengantin.

Dunia pendidikan juga disasar oleh Camat yang sebelumnya juga pernah menjadi orang nomor satu Kecamatan Wara. Dinas Pendidikan pun merespon. Pemahaman dini GSI di sekolah-sekolah, terutama di sekolah dasar mulai diperkenalkan. Peran serta sekolah, terutama sekolah dasar, dalam mendukung program GSI terlihat nyata karena mulai dari pintu masuk, tembok sekolah, hingga pintu kelas terpasang spanduk dan pamflet GSI. Kerjasama tersebut juga terlihat dari kesediaan para guru menjelaskan program GSI kepada murid sebelum pelajaran di mulai. Bahkan beberapa guru dengan antusiame menciptakan mars GSI :

………………………………………..
Kami putra dan putri Palopo
Sayang ibu menjadi tekadku
Walau apapun jadi tantangan
Sayang ibu takkan luntur
………………………………………...



Dengan beragam kreatifitas di Kecamatan Wara Utara di atas, lantas di mana partisipasi Pemerintah Kota Palopo sendiri? Kecamatan Wara Utara tentu saja tidak bergerak sendiri. Guna mendukung GSI ini, Walikota Palopo H.P.A. Tenriadjeng dan jajaran pejabat kota lainnya turun tangan dengan melakukan siaran langsung menyebarkan informasi GSI di beberapa radio swasta lokal. Bahkan, pemerintah kota berhasil melakukan kerjasama dengan tiga sekolah tinggi ilmu kesehatan dan perguruan tinggi dalam upaya meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat di bidang kesehatan. Tidak hanya itu, pemerintah kota juga memperkuat regulasi kesehatan melalui terbitnya Perda Kota Sehat yang merupakan perda kota sehat pertama di Indonesia.

Kerjasama harmonis antar pemerintah kota, pemerintah kecamatan, agen perubahan, dan masyarakat tidak sia-sia. Terbukti angka kematian ibu dapat ditekan secara drastis. Dari 25 orang angka kematian ibu di tahun 2007, kota yang berpenduduk 141.996 jiwa ini berhasil menekan kematian ibu menjadi 4 jiwa di tahun 2008 dan akhirnya zero percent di tahun 2009. Tepatlah kata pepatah Bugis “Iya Ada Iya Gau” yang berarti Satu Kata Satu Perbuatan. GSI di Palopo bukan hanya pada ucapan tapi juga pada perbuatan.